RATIONAL
EMOTIVE THERAPY
Terapi
Rasional-Emotif diperkenalkan oleh Albert Ellis yang lahir pada tanggal 27
September 1913 di Pittsburgh, Pennsylvania, yang kemudian dibesarkan di New
York.
TRE
adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan
dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir
irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan kecenderungan untuk
memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung
dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualkan diri. Akan tetapi, manusia
juga memiliki kecenderungan-kecenderungan kea rah menghancurkan diri,
menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan yang tak
berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme dan mencela diri, serta
menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri. Manusia pun berkecenderungan
untuk terpaku pada pola-pola tingkah laku lama yang disfungsional dan mencari
berbagai cara untuk terlibat dalam sabotase diri.
Manusia
tidak ditakdirkan untuk menjadi korban pengkondisian awal. TRE menegaskan bahwa
manusia memiliki sumber-sumber yang tak terhingga bagi aktualisasi
potensi-potensi dirinya dan bisa mengubah ketentuan-ketentuan pribadi dan
masyarakatnya. Bagaimanapun, menurut TRE, manusia dilahirkan dengan
kecenderungan untuk mendesakkan pemenuhan keinginan-keinginan,
tuntutan-tuntutan, hasrat-hasrat, dan kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Jika
tidak segera tercapai apa yang diinginkannya, manusia mempersalahkan dirinya sendiri
ataupun orang lain.
TRE
menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara stimultan.
Jarang manusia beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan-perasaan biasanya
dicetuskan oleh persepsi atau suatu situasi yang spesifik. Sebagaimana dinyatakan
oleh Ellis, “ketika mereka beremosi, mereka juga berpikir dan bertindak. Ketika
mereka bertindak, mereka juga berpikir dan beremosi. Ketika mereka berpikir,
mereka juga beremosi dan bertindak.” Dalam rangka memahami tingkah laku menolak
diri, orang harus memahami bagaimana seseorang beremosi, berpikir, mempersepsi
dan bertindak. Untuk memperbaiki pola-pola yang disfungsional, seseorang
idealnya harus menggunakan metode-metode perceptual-kognitif, emotif-evokatif,
dan behavioristik-reedukatif
Ellis
memandang bahwa manusia itu bersifat rasional dan juga irasional. Orang
berperilaku dalam cara-cara tertentu karena ia percaya bahwa ia harus bertindak
dalam cara itu. Orang mempunyai derajat yang tinggi dalam sugestibilitas dan
emosionalitas yang negative seperti
kecemasan, rasa berdosa, permusuhan, dsb. Masalah-masalah emosional terletak
dalam berpikir yang tidak logis. Dengan mengoptimalkan kekuatan intelektualnya,
seseorang dapat membebaskan dirinya dari gangguan emosional. Para penganut
teori RET percaya bahwa tidak ada orang yang disalahkan dalam segala sesuatu
yang dilakukannya, tetapi setiap orang bertanggungjawab akan semua perilakunya.
Unsur
pokok terapi rasional-emotif adalah asumsi bahwa berpikir dan emosi bukan dua
proses yang terpisah: pikiran dan emosi merupakan dua hal yang saling
bertumpangtindih, dalam prakteknya kedua hal itu saling berkaitan. Emosi
disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran. Emosi adalah pikiran yang dialihkan
dan diprasangkakan sebagai suatu proses sikapdan kognitif yang intristik.
Pikiran-pikiran seseorang dapat menjadi emosi orang tersebut, dan merasakan
sesuatu dalam situasi tertentu dapat menjadi pemikiran seseorang. Atau dengan
kata lain, pikiran mempengaruhi emosi dan sebaliknya emosi mempengaruhi
pikiran.
Pandangan yang
penting dari teori ini adalah konsep bahwa banyak perilaku emosional individu
yang berpangkal pada “selftalk” atau “omong diri” atau internalisasi
kalimat-kalimat yaitu orang yang menyatakan kepada dirinya sendiri tentang
pikiran dan emosi yang bersifat negatif.
Adanya
orang-orang seperti itu adalah karena:
1)
terlalu
bodoh untuk berpikir secara jelas;
2) orangnya
cerdas tetapi tidak tahu bagaimana berpikr secara cerdas dan jelas dalam
hubungannya dengan keadaan emosi;
3) orangnya
cerdas dan cukup berpengetahuan tetapi terlalu neurotik untuk menggunakan
kecerdasan dan pengetahuan secara memadai.
Pendekatan Teori Rasional Emotif Terapi Albert Ellis
Pandangan
pendekatan rasional emotif tentang kepribadian Albert Ellis, dapat dikaji dari
konsep-konsep kunci teori Albert Ellis. Ada tiga pilar yang membangun tingkah
laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional
consequence (C). kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau
teori ABC.
Antecedent Event
(A) yaitu
segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu
yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku atau sikap orang lain, perceraian
suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan
merupakan antecedent event bagi seseorang.
Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau
verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua
macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan
yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional
merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal,
bijaksana, dan karena itu menjadi produktif. Keyakinan yang tidak rasional
merupakan keyakinan atau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk
akal, emosional, dan karena itu tidak produktif.
Emotional
consequence (C) merupakan
konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan
senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecedent event (A).
konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh
beberapa variabel antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun iB.
Misalnya,
jika seseorang mengalami depresi sesudah perceraian, bukan perceraian itu
sendiri yang menimbulkan reaksi depresif, melainkan keyakinan orang itu tentang
perceraian sebagai suatu kegagalan, penolakan, atau kehilangan teman hidup.
Ellis berkeyakinan akan penolakan dan kegagalan (pada B) adalah yang
menyebabkan depresi (pada C), jadi bukan peristiwa perceraian yang sebenarnya
(pada A). jadi, manusia bertanggung jawab atas penciptaan reaksi-reaksi
emosional dan gangguan-gangguannya sendiri.
Selain
itu, Ellis juga menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus
melawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa
menikmati dampak-dampak (effects; E) psikologis positif dari
keyakinan-keyakinan yang rasional.
Proses Konseling
Tugas konselor
adalah membantu individu yang tidak bahagia dan menghadapi hambatan, untuk
menunjukkan bahwa:
a)
kesulitannya
disebabkan oleh persepsi yang terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak logis;
dan
b)
usaha
memperbaikinya adalah harus kembali kepada sebab-sebab permulaan. Konselor yang
efektif akan membantu klien untuk mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku yang
tidak logis.
Tujuan utama
terapi rasional-emotif adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi diri
mereka merupakan sumber gangguan emosionalnya. Kemudian membantu klien agar
memperbaiki cara berpikir, merasa, dan berperilaku, sehingga ia tidak lagi
mengalami gangguan emosional di masa yang akan datang.
Tujuan Konseling
Rasional-Emotif
Berdasarkan
pandangan dan asumsi tentang hakekat manusia dan kepribadiannya serta
konsep-konsep teoritik dari RET, tujuan utama konseling rasional-emotif adalah
sebagai berikut:
1)
Memperbaiki
dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan
klien yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien
dapat mengembangkan diri, meningkatkan self-actualization-nya seoptimal mungkin
melalui perilaku kognitif dan afektif yang positif.
2)
Menghilangkan
gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti: rasa takut, rasa
bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, dan rasa marah. Sebagai
konseling dari cara berfikir keyakinan yang keliru berusaha menghilangkan
dengan jalan melatih dan mengajar klien untuk menghadapi kenyataan-kenyataan
hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan nilai-nilai dan kemampuan
diri sendiri.
Secara lebih
khusus Ellis menyebutkan bahwa dengan terapi rasional-emotif akan tercapai
pribadi yang ditandai dengan:
1)
Minat
kepada diri sendiri
2)
Minat
sosial
3)
Pengarahan
diri
4)
Toleransi
terhadap pihak lain
5)
Fleksibelitas
6)
Menerima
ketidakpastian
7)
Komitmen
terhadap sesuatu di luar dirinya
8)
Berpikir
ilmiah
9)
Penerimaan
diri
10)
Berani
mengambil resiko
11)
Menerima
kenyataan
Sebagai suatu
bentuk hubungan yang bersifat membantu (helping
relationship), terapi rasional-emotif mempunyai karakteristik sebagai
berikut:
a.
Aktif-direktif: bahwa dalam
hubungan konseling, terapis/ konselor lebih aktif membantu mengarahkan klien
dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
b.
Kognitif-eksperiensial: bahwa hubungan
yang dibentuk harus berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan
pemecahan masalah yang rasional.
c.
Emotif-eksperiensial: bahwa hubungan
yang dibentuk juga harus melihat aspek emotif klien dengan mempelajari
sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang
keliru yang mendasari gangguan tersebut.
d.
Behavioristik: bahwa hubungan
yang dibentuk harus menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan perilaku dalam
diri klien.
e.
Kondisional: bahwa hubungan
dalam RET dilakukan dengan membuat kondisi-kondisi tertentu terhadap klien
melalui berbagai teknik kondisioning untuk mencapai tujuan terapi konseling.
Berikut
merupakan gambaran yang harus dilakukan oleh seorang praktisi rasional-emotif
yaitu:
a. Mengajak,
mendorong klien untuk menanggalkan ide-ide irasional yang mendasari gangguan
emosional dan prilaku.
b.
Menantang
klien dengan berbagai ide yang valid dan rasional.
c.
Menunjukan
kepada klien azas ilogis dalam berpikirnya.
d.
Menggunakan
analisis logis untuk mengurangi keyakinan-keyakinan irasional klien.
e.
Menunjukkan
bahwa keyakinan-keyakinan irasional ini adalah “in-operative” dan bahwa hal ini
pasti senantiasa mengarahkan klien pada gangguan-gangguan behavioral dan
emosional.
f.
Menggunakan
absurdity dan humor untuk menantang irasional pemikiran klien.
g.
Menjelaskan
kepada klien bagaimana ide-ide yang irasional ini dapat ditempatkan kembali
atau disubstitusikan kepada ide-ide rasional yang harus secara empirik
melatarbelakangi kehidupannya.
h.
Mengajar
klien bagaimana mengaplikasikan pendekatan-pendekatan ilmiah, objektif dan
logis dalam berpikir dan selanjutnya melatih diri klien untuk mengobservasi dan
menghayati sendiri bahwa ide-ide irasional dan deduksi-deduksi hanya akan
membantu perkembangan perilaku dan perasaan-perasaan yang dapat menghambat
perkembangan dirinya.
Teknik-Teknik
Terapi
Terapi
rasional-emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat kognitif, afektif,
dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Berikut ini akan
dikemukakan beberapa macam teknik yang dipakai dalam rasional-emotif:
Teknik-teknik
Emotif (afektif):
1)
Assertive Training, yaitu teknik
yang digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien untuk secara
terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku tertentu yang diinginkan.
2)
Sosiodrama, yang digunakan
untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan
negatif) melalui suatu suasana yang didramatisasikan sedemikian rupa sehingga
klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan,
ataupun melalui gerakan-gerakan dramatis.
3)
Self Modeling, yakni teknik yang digunakan
untuk meminta klien agar “berjanji” atau mengadakan “komitmen” dengan konselor
untuk menghilangkan perasaan atau perilaku tertentu.
4)
Imitasi, yakni teknik
yang digunakan di mana klien diminta untuk menirukan secara terus menerus suatu
model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan perilakunya
sendiri yang negatif.
Teknik-teknik
Behavioristik
Dalam banyak
hal, konseling rasional-emotif banyak menggunakan teknik terapi behavioral
terutama dalam upaya memodifikasi perilaku-perilaku negatif dari klien dengan
mengubah akar-akar keyakinannya yang tak rasional dan tak logis. Beberapa
teknik yang tergolong behavioristik adalah:
1)
Reinforcement (penguatan), yakni teknik yang
digunakan untuk mendorong klien ke arah perilaku yang lebih rasional dan logis
dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun punishment (hukuman).
2)
Social Modeling (pemodelan
sosial), yakni teknik yang digunakan untuk memberikan perilaku-perilaku baru
pada klien.
3)
Live Models (model dari kehidupan nyata),
yang digunakan untuk menggambarkan perilaku-perilaku tertentu, khususnya
situasi-situasi interpersonal yang kompleks dalam bentuk percakapan sosial,
interaksi dengan memecahkan masalah-masalah.
Teknik-teknik Kognitif
Teknik-teknik
konseling atau terapi berdasarkan pendekatan kognitif memegang peranan utama
dalam konseling rasional-emotif. Dengan teknik ini klien didorong dan
dimodifikasi aspek kognitifnya agar dapat berpikir dengan cara yang rasional
dan logis sehingga klien dapat bertindak atau berperilaku sesuai sistem nilai
yg diharapkan baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungannya.
Beberapa teknik kognitif yang cukup dikenal adalah:
1)
Home Work Assigments (pemberian
tugas rumah). Dalam teknik ini, klien diberikan tugas-tugas rumah untuk
melatih, membiasakan diri serta menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang
menuntut pola perilaku yang diharapkan. Teknik ini sebenarnya dimaksudkan untuk
membina dan mengembangkan sikap-sikap bertanggung jawab, kepercayaan pada diri
sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien, serta
mengurangi ketergantungan kepada konselor atau terapis.
2)
Assertive. Teknik ini digunakan untuk melatih
keberanian klien dalam mengekspresikan perilaku-perilaku tertentu yang
diharapkan melalui; role playing (bermain peran), rehearsal (latihan), dan
social modeling (meniru model-model sosial). Maksud utama teknik Assertive
Training adalah untuk:
a.
Mendorong
kemampuan klien mengekspresikan seluruh hal yang berhubungan dengan emosinya;
b.
Membangkitkan
kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau
memusuhi hak asasi orang lain;
c.
Mendorong
kepercayaan pada kemampuan diri sendiri; dan
d.
Meningkatkan
kemampuan untuk memilih perilaku-perilaku assertive yang cocok untuk dirinya
sendiri.
Dalam
mengaplikasi berbagai teknik konseling rasional-emotif, Albert Ellis menganjurkan
untuk menggunakan dan menggabungkan beberapa teknik tertentu sesuai dengan permasalahan
yang dihadapi klien. Hanya Ellis menyarankan agar teknik Home Work Assigment perlu digunakan sebagai syarat utama untuk
sesuatu terapi atau konseling yang tuntas. Selanjutnya dikatakan oleh Ellis
bahwa meskipun pada mulanya terapi rasional-emotif dimaksudkan untuk mendorong
individu yang mengalami gangguan, akan tetapi dapat pula digunakan untuk
membantu orang dalam mengurangi kecemasan dan permusuhan serta berguna untuk
membantu mewujudkan diri individu. Bagi para konselor sekolah, terapi
rasional-emotif akan sangat membantu karena pada dasarnya terapi
rasional-emotif lebih menggunakan model edukatif daripada model psikodinamik
atau model medik. Dengan demikian para konselor sekolah dapat menggunakannya
bagi siswa-siswa normal di sekolah.
Contoh Kasus
Berikut
adalah contoh kasus yang diselesaikan dengan pendekatan Rational Emotif Terapy.
Rendy adalah siswa kelas XII IPS, dia anak ketiga dari empat bersaudara.
Berdasarkan hasil akademiknya rendy termasuk anak yang pintar karena dia selalu
mendapat peringkat dikelasnya dari SD hingga SMA. Dia memiliki seorang pacar
yang selalu menjadikan dirinya lebih giat belajar, sehingga ketika orang tua
pacar rendy belum memperbolehkan anaknya untuk pacaran dan harus memutuskan
hubungan dengan rendy, rendy menjadi malas untuk masuk sekolah karena rendy
beranggapan bahwa pacarnya adalah satu-satunya motivasi dalam dirinya untuk
beraktifitas terutama sekolah. Hal inilah yang akan dibahas dengan pendekatan
Rational Emotif Terapy.
Contoh kasus 2 :
Prabawa adalah
seorang siswa suatu SMA di kota besar,
kelas III, semester kedua, program studi IPS. Dia tinggal bersama orang tuanya,
yang mendukung cita-citanya menjadi seorang guru akutansi. Prabawa berharap
dapat diterima di FKIP Negeri di kotanya sendiri, dan telah berusaha sejak
kelas 1 supaya nilai rata-rata dalam
rapor setiap semester minimal 7. Dalam usaha ini dia berhasil. Selain
itu, sejak awal kelas II dia juga berhasil dalam mengikat hati seorang siswi
yang duduk di kelas yang sama. Mereka sudah biasa pergi rekreasi bersama,
meskipun pihak putri terpaksa main backsRational Emotive Therapyet karena orang
tuanya belum mengizinkan untuk berpacaran. Pada awal semester kedua siswi
mengatakan bahwa orang tuanya telah mengetahui petualangannya dan memarahi dia,
bahkan mereka mengancam ini dan itu. Siswa itu merasa terpaksa memutuskan
hubungan karena dia tidak berani melawan orang tua. Prabawa jatuh dalam lembah depresi
dan berfikir : “Apa gunanya meneruskan hidup di dunia ini? Saya tidak rela
dicintai oleh gadis lain ataupun menintai gadis lain. Hanya yang satu ini
menjadi idaman saya! Sumber semangat belajarkudan pendukung ita-itaku sudah
lenyap!”. Prabawa bolos sekolah satu minggu. Ketika masuk sekolah kembali, dia
dipanggil oleh konselor di sekolahnya.
Langkah-langkah
kerja :
(1) Membangun hubungan pribadi dengan prabawa.
Di sini konselor menjelaskan alasan prabawa dipanggil, yaitu selama satu minggu
tidak masuk sekolah tanpa ada kabar, dan bertanya apakah ada sesuatu yang ingin
dibicarakannya berkaitan dengan hal itu. Mula-mula Prabawa kelihatan ragu-ragu,
tetapi akhirnya mengatakan bahwa memang ada sesuatu yang ingin dibicarakan.
(2) Mendengarkan dengan penuh perhatian
uingkapan pikiran dan perasaan Prabawa. Dia mengutarakan bahwa semangat belajar
telah hilang,setelah mengalami pukulan amat berat, di siswi sekelas yang selama
satu tahun sering mau diajak pergi berdua, tetapi tiba-tiba mengundurkan diri setelah
dimarahi oleh orang tuanya. Pada hal, katanya, tidak ada gadis lain yang
pantas dicintai. Prabawa beranggapan
bahwa masa depannya menjadi sangat suram dan tidak ada sumber inspirasi lagi
yang mendukung cita-citanya menjadi guru akutansi disekolah menengah (pikiran
irasional).
(3) Mengadakan analisis kasus, yaitu mencari
gambaran yang lengkap mengenai kaitan antara A,B,C ( Activating Event, Belief,
Consquences). Konselor akan menaruh perhatian khusus pada pikiran-pikiran
irasional yang di duga mendasari rasa kehilangan semangat, karena dia akan
mengusahakan supaya Prabawa berfikir rasional dalam menghadapi persoalannya.
(a) Kejadian yang dialami ialah
terputusnya hubungan percintaan dengan gadis yang dikaguminya, yang memutuskan
hubungan ialah pihak putri, dengan memberikan alasan dilarang oleh orang
tuanya. (b) Kejadian ini ditanggapi
dengan banyak pikiran yang irasional atau tidak masuk akal. Prabawa berfikir :
“ Ini musibah besar, karena cimtaku yang pertama dan abadi dihancurkan begitu
saja.” “Tidak ada gadis lain yang lain yang akan kucinta. Gadis lain juga tidak
akan mencintai diriku setulus teman siswi itu.” “ Dunia telah bertindak kejam
terhadap diriku, apa gunanya menyambung benang hidupku ini?.” “ Siapa lagi yang
akan memberikan inspirasi kepadaku untuk mengejar cita-citaku kalau bukan dia?”
(Irational Belief) (c) Sebagai akibat
dari cara berfikir yang demikian, Prabawa mengalami gejolak emosional dan
goncangan dalam alam perasaannya, seperti merasa kehilangan semangat hidup dan
gairah untuk belajar, merasa putus asa dan merasa seperti orang yang lukanya
menganga lebar dan mengeluarkan darah terus-menerus (Consquences dalam alam
perasaan). Akibatnya lebih lanjut ialah Prabawa memutuskan untuk tidak masuk
sekolah; ini tindakan penyesuain diri yang salah dan malah membahayakan sukses
dalam belajarnya (Consquences dalam perilaku nyata). Namun, karena teguran
orang tuanya dia terpaksa kembali ke sekolah setelah membolos satu minggu.
(4) Membantu Prabawa untuk menemukan jalan
keluar dari persoalan ini. Konselor dapat mulai dengan menjelaskan kepadanya
hasil analisis di atas, sehingga Prabawa sedikit banyak mengerti apa alasannya
sehingga keadaannya sekarang begini. Kemudiaan konselor memulai menantang
seluruh pikiran yang tidak masuk akal tadi, misalnya dengan melontarkan
pertanyaan : “ Apa alasanmu berpendapat telah ditimpa musibah beasr?.’’ ;
“Apakah pengalaman memang sudah pasti bahwa cinta pertama ini merupakan cinta
abadi?.” ; “Apakah inspirasi dan semangat belajar hanya dapat diberikan oleh
gadis itu?” ; “Apakah orang tua siswi yang masih di bawah umur itu tidak berhak
ikut bicara?” ; “Apakah kamu mempunyai hak menuntut supaya dunia ini memenuhi
keinginan dengan serba cepat?”, dan lain sebagainya. Disamping itu, konselor
memberikan pandangan-pandangan baru kepada Prabawa, misalnya : “Pada umur
sekarang belum tentulah bahwa gadis itu adalah jodohmu. Mungkin saja hubungan
ini akan berubah bila Prabawa dan siswi itu sudah menginjak dewasa”: ”Anggaplah
pengalaman berpacaran ini sebagai pelajaran yang berguna, yaitu Prabawa sudah
mengalami keindahan cinta, tetapi sekaligus lebih menyadari harus melihat
situasi dan kondisi siswi yang masih bersekolah seperti Prabawa sendiri”;
“Orang tuanya mungkin menginginkan, supaya anak mereka menyelesaikan studinya
lebih dahulu sebelum mengikat diri. Selain itu, tindakan backsRational Emotive
Therapyet tidak tepat dilakukan oleh gadis remaja, karena ini menghancurkan
hubungan terbuka antara orang tua dan anak”; “Tidak lebih baikkah Prabawa
menyelesaikn SMA lebih dahulu dan nantinya melihat lagi kemungkinan untuk
menyambung kembali hubungan dengan gadis itu, kalau dia memang cocok untuk
Prabawa?” ; “Lebih baiklah bagi pemuda untuk mendapatkan kepastian tentang
suatu pekerjaan, shingga dia dapat menghidupi keluarga. Orang tua pihak putri
ingin supaya kehidupan anaknya, yang diserahkan kepada seorang pria,
betul-betul terjamin” ; “Kegagalan dalam cinta di masa remaja bukan musibah
yang menghancurkan masa depan”; “Merasa kecewa sekarang ini adalah perasaan yang
wajar pada umurmu sekarang”; dan lain-lain pertimbangan. Efek dari diskusi ini
ialah, bahwa Prabawa mulai berubah pikiran dan memandang pengalaman ini dengan
cara yang lebih masuk akal, misalnya, “Saya akan menerima kenyataan ini. Memang
saya tidak mengharapkannya, tetapi apa boleh buat? Lebih baik saya memusatkan
perhatian pada studi dahulu, supaya cita-cita saya dapat diraih. Pengalaman
cinta pertama ini saya simpan sebagai kenangan yang manis, yang nantinya dapat
disambung lagi”, dan lain sebagainya (r-afektif). Akhirnya Prabawa memutuskan
untuk tidak lagi mengajak teman siswi itu pergi berdua dan mengejar pelajaran
yang ketinggalan (perilaku, Rasional)
(5) Mengakhiri hubungan pribadi dengan Prabawa.
Contoh
kasus 3 :
seseorang
yang trauma dalam masalh percintaan Amir
(nama samaran) adalah sosok pria yang tampan dan mudah bergaul Dikampung
halamannya. Eneng (nama wanita tersebut) Amir merupakan pemuda yang sangat
tampan dikampungnya, tidak heran ia begitu di idam-idamkan oleh beberapa wanita
dikampungnya tersebut. Suatu ketika dia mengenal seorang gadis yang sangat
cantik yang bernama Eneng, perkenalan pun terus berlanjut, dan pada akhirnya
mereka menjalin suatu hubungan yaitu pacaran. Disini amir sangat sayang kepada
enneng, begitupun enneng kepada amir. Suatu ketika amir mengajak enneng untuk
menikah dengannya, tetapi disini niat baik amir untuk menikah dengan enneng
dicekal oleh kedua orang tuanya. Karena satu alasan yaitu perbedaan agama, amir yang seorang muslim dan
enneng seorang non muslim, setelah beberapa hari kemudian amir pun berbicara
dengan kekasihnya itu, dia mengajak enneng untuk masuk islam.....enneng pun
berfikir lama, tanpa jawaban dia langsung pulang kerumahnya dan menanyakan
kepada orang tuanya permintaan amir tersebut bahwa dirinya di ajak untuk
menjadi seorang muslim karena orang tua amir mencekal mereka untuk menikah
dengan berbeda keyakinan......tanpa jawaban apapun sentak orang tua enneng
sangat marah besar kepada anaknya tersebut. Dia menyuruh untuk tidak lagi berhubungan, dan tidak
bertemu lagi dengan amir. enneng pun
sangat sedih sekali dia lekas berlari masuk ke kamarnya dan menelfon kekasihnya
tersebut kalau permintaan amir itu untuk menjadikan enneng seorang muslim di
tolak besar oleh kedua orang tua enneng. Beberapa hari kemudian enneng
dipindahkan oleh orang tuanya ke luar kota, untuk mencegah agar amir dan enneng
tidak bertemu lagi. Mendengar kabar ini amir.pun sangat sedih karena dia sangat
sayang dan cinta kepada enneng. Beberapa tahun kemudian rasa kehilangan ituu sudah
tidak ada lagi dan telah menghapus enneng dari kehidupan amir. Dia terus
berjalan untuk mencari cinta sejatinya. Lagi lagi amir menemukan seorang gadis
yang non muslim. Cerita percintaan amir yang kedua ini tidak jauh beda dengan
cerita pertama mereka lagi lagi amir dicekal oleh orang tua gadis tersebut.
Disinipun amir trauma untuk berpacaran, karena setiap dia pacaran yang serius
dan tidak untuk main main pasti dengan gadis yang non muslim. Hal inilah yang
akan dibahas dengan pendekatan Rational Emotif Terapy.
Kesimpulan
dapat
ditarik kesimpulan bahwa konseling dengan menggunakan teori tersebut ditujukan
untuk mereka yang mengalami gangguan pada aspek emosionalitasnya. Di dalam
prosesnya, diajarkan bagaimana individu yang bersangkutan harus mereduksi berbagai
efek yang ditimbulkan oleh gangguan-gangguan tersebut.
Daftar Pustaka
Corey, Gerald.
(2007). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung:
Refika
Aditama.
Surya, Mohamad,
Dr., Prof. (2003). Teori-Teori Konseling. Bandung: Pustaka
Bani
Quraisy.
http://laksminiiika.blogspot.com/p/blog-page_11.html
http://zhilvia-zhilvia.blogspot.com/2012/12/rational-emotive-therapy.html
Kelompok
6 :
Cindy
Natalia 11511660
Indah
Fita Sari 17511986
M. Rizky
Kurniawan 14511208
0 komentar:
Posting Komentar