Senin, 19 Mei 2014

Rational Emotive Therapy

RATIONAL EMOTIVE THERAPY

Terapi Rasional-Emotif diperkenalkan oleh Albert Ellis yang lahir pada tanggal 27 September 1913 di Pittsburgh, Pennsylvania, yang kemudian dibesarkan di New York.

TRE adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualkan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan kea rah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan yang tak berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme dan mencela diri, serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri. Manusia pun berkecenderungan untuk terpaku pada pola-pola tingkah laku lama yang disfungsional dan mencari berbagai cara untuk terlibat dalam sabotase diri.

Manusia tidak ditakdirkan untuk menjadi korban pengkondisian awal. TRE menegaskan bahwa manusia memiliki sumber-sumber yang tak terhingga bagi aktualisasi potensi-potensi dirinya dan bisa mengubah ketentuan-ketentuan pribadi dan masyarakatnya. Bagaimanapun, menurut TRE, manusia dilahirkan dengan kecenderungan untuk mendesakkan pemenuhan keinginan-keinginan, tuntutan-tuntutan, hasrat-hasrat, dan kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Jika tidak segera tercapai apa yang diinginkannya, manusia mempersalahkan dirinya sendiri ataupun orang lain.

TRE menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara stimultan. Jarang manusia beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan-perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atau suatu situasi yang spesifik. Sebagaimana dinyatakan oleh Ellis, “ketika mereka beremosi, mereka juga berpikir dan bertindak. Ketika mereka bertindak, mereka juga berpikir dan beremosi. Ketika mereka berpikir, mereka juga beremosi dan bertindak.” Dalam rangka memahami tingkah laku menolak diri, orang harus memahami bagaimana seseorang beremosi, berpikir, mempersepsi dan bertindak. Untuk memperbaiki pola-pola yang disfungsional, seseorang idealnya harus menggunakan metode-metode perceptual-kognitif, emotif-evokatif, dan behavioristik-reedukatif

Ellis memandang bahwa manusia itu bersifat rasional dan juga irasional. Orang berperilaku dalam cara-cara tertentu karena ia percaya bahwa ia harus bertindak dalam cara itu. Orang mempunyai derajat yang tinggi dalam sugestibilitas dan emosionalitas yang  negative seperti kecemasan, rasa berdosa, permusuhan, dsb. Masalah-masalah emosional terletak dalam berpikir yang tidak logis. Dengan mengoptimalkan kekuatan intelektualnya, seseorang dapat membebaskan dirinya dari gangguan emosional. Para penganut teori RET percaya bahwa tidak ada orang yang disalahkan dalam segala sesuatu yang dilakukannya, tetapi setiap orang bertanggungjawab akan semua perilakunya.

Unsur pokok terapi rasional-emotif adalah asumsi bahwa berpikir dan emosi bukan dua proses yang terpisah: pikiran dan emosi merupakan dua hal yang saling bertumpangtindih, dalam prakteknya kedua hal itu saling berkaitan. Emosi disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran. Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan diprasangkakan sebagai suatu proses sikapdan kognitif yang intristik. Pikiran-pikiran seseorang dapat menjadi emosi orang tersebut, dan merasakan sesuatu dalam situasi tertentu dapat menjadi pemikiran seseorang. Atau dengan kata lain, pikiran mempengaruhi emosi dan sebaliknya emosi mempengaruhi pikiran.

Pandangan yang penting dari teori ini adalah konsep bahwa banyak perilaku emosional individu yang berpangkal pada “selftalk” atau “omong diri” atau internalisasi kalimat-kalimat yaitu orang yang menyatakan kepada dirinya sendiri tentang pikiran dan emosi yang bersifat negatif.
Adanya orang-orang seperti itu adalah karena:
1)      terlalu bodoh untuk berpikir secara jelas;
2)   orangnya cerdas tetapi tidak tahu bagaimana berpikr secara cerdas dan jelas dalam hubungannya dengan keadaan emosi;
3)    orangnya cerdas dan cukup berpengetahuan tetapi terlalu neurotik untuk menggunakan kecerdasan dan pengetahuan secara memadai.

Pendekatan Teori Rasional Emotif  Terapi Albert Ellis

            Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian Albert Ellis, dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis. Ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.

Antecedent Event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku atau sikap orang lain, perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecedent event bagi seseorang.

Belief (B)  yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan karena itu menjadi produktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan atau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan karena itu tidak produktif.

Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecedent event (A). konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variabel antara dalam bentuk keyakinan (B)  baik yang rB maupun iB.

Misalnya, jika seseorang mengalami depresi sesudah perceraian, bukan perceraian itu sendiri yang menimbulkan reaksi depresif, melainkan keyakinan orang itu tentang perceraian sebagai suatu kegagalan, penolakan, atau kehilangan teman hidup. Ellis berkeyakinan akan penolakan dan kegagalan (pada B) adalah yang menyebabkan depresi (pada C), jadi bukan peristiwa perceraian yang sebenarnya (pada A). jadi, manusia bertanggung jawab atas penciptaan reaksi-reaksi emosional dan gangguan-gangguannya sendiri.

Selain itu, Ellis juga menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus melawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E) psikologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional. 

Proses Konseling

Tugas konselor adalah membantu individu yang tidak bahagia dan menghadapi hambatan, untuk menunjukkan bahwa:
a)      kesulitannya disebabkan oleh persepsi yang terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak logis; dan
b)      usaha memperbaikinya adalah harus kembali kepada sebab-sebab permulaan. Konselor yang efektif akan membantu klien untuk mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku yang tidak logis.
Tujuan utama terapi rasional-emotif adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi diri mereka merupakan sumber gangguan emosionalnya. Kemudian membantu klien agar memperbaiki cara berpikir, merasa, dan berperilaku, sehingga ia tidak lagi mengalami gangguan emosional di masa yang akan datang.

Tujuan Konseling Rasional-Emotif

Berdasarkan pandangan dan asumsi tentang hakekat manusia dan kepribadiannya serta konsep-konsep teoritik dari RET, tujuan utama konseling rasional-emotif adalah sebagai berikut:
1)      Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan self-actualization-nya seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan afektif yang positif.
2)      Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti: rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, dan rasa marah. Sebagai konseling dari cara berfikir keyakinan yang keliru berusaha menghilangkan dengan jalan melatih dan mengajar klien untuk menghadapi kenyataan-kenyataan hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan nilai-nilai dan kemampuan diri sendiri.

Secara lebih khusus Ellis menyebutkan bahwa dengan terapi rasional-emotif akan tercapai pribadi yang ditandai dengan:
1)      Minat kepada diri sendiri
2)      Minat sosial
3)      Pengarahan diri
4)      Toleransi terhadap pihak lain
5)      Fleksibelitas
6)      Menerima ketidakpastian
7)      Komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya
8)      Berpikir ilmiah
9)      Penerimaan diri
10)  Berani mengambil resiko
11)  Menerima kenyataan

Sebagai suatu bentuk hubungan yang bersifat membantu (helping relationship), terapi rasional-emotif mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a.       Aktif-direktif: bahwa dalam hubungan konseling, terapis/ konselor lebih aktif membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
b.      Kognitif-eksperiensial: bahwa hubungan yang dibentuk harus berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.
c.       Emotif-eksperiensial: bahwa hubungan yang dibentuk juga harus melihat aspek emotif klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
d.      Behavioristik: bahwa hubungan yang dibentuk harus menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan perilaku dalam diri klien.
e.       Kondisional: bahwa hubungan dalam RET dilakukan dengan membuat kondisi-kondisi tertentu terhadap klien melalui berbagai teknik kondisioning untuk mencapai tujuan terapi konseling.

Berikut merupakan gambaran yang harus dilakukan oleh seorang praktisi rasional-emotif yaitu:
a.  Mengajak, mendorong klien untuk menanggalkan ide-ide irasional yang mendasari gangguan emosional dan prilaku.
b.      Menantang klien dengan berbagai ide yang valid dan rasional.
c.       Menunjukan kepada klien azas ilogis dalam berpikirnya.
d.      Menggunakan analisis logis untuk mengurangi keyakinan-keyakinan irasional klien.
e.       Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan irasional ini adalah “in-operative” dan bahwa hal ini pasti senantiasa mengarahkan klien pada gangguan-gangguan behavioral dan emosional.
f.       Menggunakan absurdity dan humor untuk menantang irasional pemikiran klien.
g.      Menjelaskan kepada klien bagaimana ide-ide yang irasional ini dapat ditempatkan kembali atau disubstitusikan kepada ide-ide rasional yang harus secara empirik melatarbelakangi kehidupannya.
h.      Mengajar klien bagaimana mengaplikasikan pendekatan-pendekatan ilmiah, objektif dan logis dalam berpikir dan selanjutnya melatih diri klien untuk mengobservasi dan menghayati sendiri bahwa ide-ide irasional dan deduksi-deduksi hanya akan membantu perkembangan perilaku dan perasaan-perasaan yang dapat menghambat perkembangan dirinya.

Teknik-Teknik Terapi

Terapi rasional-emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat kognitif, afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Berikut ini akan dikemukakan beberapa macam teknik yang dipakai dalam rasional-emotif:

Teknik-teknik Emotif (afektif):

1)      Assertive Training, yaitu teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku tertentu yang diinginkan.
2)      Sosiodrama, yang digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang didramatisasikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan, ataupun melalui gerakan-gerakan dramatis.
3)      Self Modeling, yakni teknik yang digunakan untuk meminta klien agar “berjanji” atau mengadakan “komitmen” dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau perilaku tertentu.
4)      Imitasi, yakni teknik yang digunakan di mana klien diminta untuk menirukan secara terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif.

Teknik-teknik Behavioristik

Dalam banyak hal, konseling rasional-emotif banyak menggunakan teknik terapi behavioral terutama dalam upaya memodifikasi perilaku-perilaku negatif dari klien dengan mengubah akar-akar keyakinannya yang tak rasional dan tak logis. Beberapa teknik yang tergolong behavioristik adalah:
1)      Reinforcement (penguatan), yakni teknik yang digunakan untuk mendorong klien ke arah perilaku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun punishment (hukuman).
2)      Social Modeling (pemodelan sosial), yakni teknik yang digunakan untuk memberikan perilaku-perilaku baru pada klien.
3)      Live Models (model dari kehidupan nyata), yang digunakan untuk menggambarkan perilaku-perilaku tertentu, khususnya situasi-situasi interpersonal yang kompleks dalam bentuk percakapan sosial, interaksi dengan memecahkan masalah-masalah.

Teknik-teknik Kognitif

Teknik-teknik konseling atau terapi berdasarkan pendekatan kognitif memegang peranan utama dalam konseling rasional-emotif. Dengan teknik ini klien didorong dan dimodifikasi aspek kognitifnya agar dapat berpikir dengan cara yang rasional dan logis sehingga klien dapat bertindak atau berperilaku sesuai sistem nilai yg diharapkan baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungannya. Beberapa teknik kognitif yang cukup dikenal adalah:
1)      Home Work Assigments (pemberian tugas rumah). Dalam teknik ini, klien diberikan tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri serta menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola perilaku yang diharapkan. Teknik ini sebenarnya dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap bertanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien, serta mengurangi ketergantungan kepada konselor atau terapis.
2)      Assertive. Teknik ini digunakan untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan perilaku-perilaku tertentu yang diharapkan melalui; role playing (bermain peran), rehearsal (latihan), dan social modeling (meniru model-model sosial). Maksud utama teknik Assertive Training adalah untuk:
a.       Mendorong kemampuan klien mengekspresikan seluruh hal yang berhubungan dengan emosinya;
b.      Membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain;
c.       Mendorong kepercayaan pada kemampuan diri sendiri; dan
d.      Meningkatkan kemampuan untuk memilih perilaku-perilaku assertive yang cocok untuk dirinya sendiri.

Dalam mengaplikasi berbagai teknik konseling rasional-emotif, Albert Ellis menganjurkan untuk menggunakan dan menggabungkan beberapa teknik tertentu sesuai dengan permasalahan yang dihadapi klien. Hanya Ellis menyarankan agar teknik Home Work Assigment perlu digunakan sebagai syarat utama untuk sesuatu terapi atau konseling yang tuntas. Selanjutnya dikatakan oleh Ellis bahwa meskipun pada mulanya terapi rasional-emotif dimaksudkan untuk mendorong individu yang mengalami gangguan, akan tetapi dapat pula digunakan untuk membantu orang dalam mengurangi kecemasan dan permusuhan serta berguna untuk membantu mewujudkan diri individu. Bagi para konselor sekolah, terapi rasional-emotif akan sangat membantu karena pada dasarnya terapi rasional-emotif lebih menggunakan model edukatif daripada model psikodinamik atau model medik. Dengan demikian para konselor sekolah dapat menggunakannya bagi siswa-siswa normal di sekolah.

Contoh Kasus

Contoh kasus 1 :

Berikut adalah contoh kasus yang diselesaikan dengan pendekatan Rational Emotif Terapy. Rendy adalah siswa kelas XII IPS, dia anak ketiga dari empat bersaudara. Berdasarkan hasil akademiknya rendy termasuk anak yang pintar karena dia selalu mendapat peringkat dikelasnya dari SD hingga SMA. Dia memiliki seorang pacar yang selalu menjadikan dirinya lebih giat belajar, sehingga ketika orang tua pacar rendy belum memperbolehkan anaknya untuk pacaran dan harus memutuskan hubungan dengan rendy, rendy menjadi malas untuk masuk sekolah karena rendy beranggapan bahwa pacarnya adalah satu-satunya motivasi dalam dirinya untuk beraktifitas terutama sekolah. Hal inilah yang akan dibahas dengan pendekatan Rational Emotif Terapy.

Contoh kasus 2 :

Prabawa adalah seorang  siswa suatu SMA di kota besar, kelas III, semester kedua, program studi IPS. Dia tinggal bersama orang tuanya, yang mendukung cita-citanya menjadi seorang guru akutansi. Prabawa berharap dapat diterima di FKIP Negeri di kotanya sendiri, dan telah berusaha sejak kelas 1 supaya nilai rata-rata dalam  rapor setiap semester minimal 7. Dalam usaha ini dia berhasil. Selain itu, sejak awal kelas II dia juga berhasil dalam mengikat hati seorang siswi yang duduk di kelas yang sama. Mereka sudah biasa pergi rekreasi bersama, meskipun pihak putri terpaksa main backsRational Emotive Therapyet karena orang tuanya belum mengizinkan untuk berpacaran. Pada awal semester kedua siswi mengatakan bahwa orang tuanya telah mengetahui petualangannya dan memarahi dia, bahkan mereka mengancam ini dan itu. Siswa itu merasa terpaksa memutuskan hubungan karena dia tidak berani melawan orang tua. Prabawa jatuh dalam lembah depresi dan berfikir : “Apa gunanya meneruskan hidup di dunia ini? Saya tidak rela dicintai oleh gadis lain ataupun menintai gadis lain. Hanya yang satu ini menjadi idaman saya! Sumber semangat belajarkudan pendukung ita-itaku sudah lenyap!”. Prabawa bolos sekolah satu minggu. Ketika masuk sekolah kembali, dia dipanggil oleh konselor di sekolahnya.

Langkah-langkah kerja :
(1)   Membangun hubungan pribadi dengan prabawa. Di sini konselor menjelaskan alasan prabawa dipanggil, yaitu selama satu minggu tidak masuk sekolah tanpa ada kabar, dan bertanya apakah ada sesuatu yang ingin dibicarakannya berkaitan dengan hal itu. Mula-mula Prabawa kelihatan ragu-ragu, tetapi akhirnya mengatakan bahwa memang ada sesuatu yang ingin dibicarakan.
(2)   Mendengarkan dengan penuh perhatian uingkapan pikiran dan perasaan Prabawa. Dia mengutarakan bahwa semangat belajar telah hilang,setelah mengalami pukulan amat berat, di siswi sekelas yang selama satu tahun sering mau diajak pergi berdua, tetapi tiba-tiba mengundurkan diri setelah dimarahi oleh orang tuanya. Pada hal, katanya, tidak ada gadis lain yang pantas  dicintai. Prabawa beranggapan bahwa masa depannya menjadi sangat suram dan tidak ada sumber inspirasi lagi yang mendukung cita-citanya menjadi guru akutansi disekolah menengah (pikiran irasional).
(3)   Mengadakan analisis kasus, yaitu mencari gambaran yang lengkap mengenai kaitan antara A,B,C ( Activating Event, Belief, Consquences). Konselor akan menaruh perhatian khusus pada pikiran-pikiran irasional yang di duga mendasari rasa kehilangan semangat, karena dia akan mengusahakan supaya Prabawa berfikir rasional dalam menghadapi persoalannya. (a)    Kejadian yang dialami ialah terputusnya hubungan percintaan dengan gadis yang dikaguminya, yang memutuskan hubungan ialah pihak putri, dengan memberikan alasan dilarang oleh orang tuanya. (b)   Kejadian ini ditanggapi dengan banyak pikiran yang irasional atau tidak masuk akal. Prabawa berfikir : “ Ini musibah besar, karena cimtaku yang pertama dan abadi dihancurkan begitu saja.” “Tidak ada gadis lain yang lain yang akan kucinta. Gadis lain juga tidak akan mencintai diriku setulus teman siswi itu.” “ Dunia telah bertindak kejam terhadap diriku, apa gunanya menyambung benang hidupku ini?.” “ Siapa lagi yang akan memberikan inspirasi kepadaku untuk mengejar cita-citaku kalau bukan dia?” (Irational Belief) (c)    Sebagai akibat dari cara berfikir yang demikian, Prabawa mengalami gejolak emosional dan goncangan dalam alam perasaannya, seperti merasa kehilangan semangat hidup dan gairah untuk belajar, merasa putus asa dan merasa seperti orang yang lukanya menganga lebar dan mengeluarkan darah terus-menerus (Consquences dalam alam perasaan). Akibatnya lebih lanjut ialah Prabawa memutuskan untuk tidak masuk sekolah; ini tindakan penyesuain diri yang salah dan malah membahayakan sukses dalam belajarnya (Consquences dalam perilaku nyata). Namun, karena teguran orang tuanya dia terpaksa kembali ke sekolah setelah membolos satu minggu.
(4)   Membantu Prabawa untuk menemukan jalan keluar dari persoalan ini. Konselor dapat mulai dengan menjelaskan kepadanya hasil analisis di atas, sehingga Prabawa sedikit banyak mengerti apa alasannya sehingga keadaannya sekarang begini. Kemudiaan konselor memulai menantang seluruh pikiran yang tidak masuk akal tadi, misalnya dengan melontarkan pertanyaan : “ Apa alasanmu berpendapat telah ditimpa musibah beasr?.’’ ; “Apakah pengalaman memang sudah pasti bahwa cinta pertama ini merupakan cinta abadi?.” ; “Apakah inspirasi dan semangat belajar hanya dapat diberikan oleh gadis itu?” ; “Apakah orang tua siswi yang masih di bawah umur itu tidak berhak ikut bicara?” ; “Apakah kamu mempunyai hak menuntut supaya dunia ini memenuhi keinginan dengan serba cepat?”, dan lain sebagainya. Disamping itu, konselor memberikan pandangan-pandangan baru kepada Prabawa, misalnya : “Pada umur sekarang belum tentulah bahwa gadis itu adalah jodohmu. Mungkin saja hubungan ini akan berubah bila Prabawa dan siswi itu sudah menginjak dewasa”: ”Anggaplah pengalaman berpacaran ini sebagai pelajaran yang berguna, yaitu Prabawa sudah mengalami keindahan cinta, tetapi sekaligus lebih menyadari harus melihat situasi dan kondisi siswi yang masih bersekolah seperti Prabawa sendiri”; “Orang tuanya mungkin menginginkan, supaya anak mereka menyelesaikan studinya lebih dahulu sebelum mengikat diri. Selain itu, tindakan backsRational Emotive Therapyet tidak tepat dilakukan oleh gadis remaja, karena ini menghancurkan hubungan terbuka antara orang tua dan anak”; “Tidak lebih baikkah Prabawa menyelesaikn SMA lebih dahulu dan nantinya melihat lagi kemungkinan untuk menyambung kembali hubungan dengan gadis itu, kalau dia memang cocok untuk Prabawa?” ; “Lebih baiklah bagi pemuda untuk mendapatkan kepastian tentang suatu pekerjaan, shingga dia dapat menghidupi keluarga. Orang tua pihak putri ingin supaya kehidupan anaknya, yang diserahkan kepada seorang pria, betul-betul terjamin” ; “Kegagalan dalam cinta di masa remaja bukan musibah yang menghancurkan masa depan”; “Merasa kecewa sekarang ini adalah perasaan yang wajar pada umurmu sekarang”; dan lain-lain pertimbangan. Efek dari diskusi ini ialah, bahwa Prabawa mulai berubah pikiran dan memandang pengalaman ini dengan cara yang lebih masuk akal, misalnya, “Saya akan menerima kenyataan ini. Memang saya tidak mengharapkannya, tetapi apa boleh buat? Lebih baik saya memusatkan perhatian pada studi dahulu, supaya cita-cita saya dapat diraih. Pengalaman cinta pertama ini saya simpan sebagai kenangan yang manis, yang nantinya dapat disambung lagi”, dan lain sebagainya (r-afektif). Akhirnya Prabawa memutuskan untuk tidak lagi mengajak teman siswi itu pergi berdua dan mengejar pelajaran yang ketinggalan (perilaku, Rasional)
(5)   Mengakhiri hubungan pribadi dengan Prabawa.

Contoh kasus 3 :

seseorang yang trauma dalam masalh percintaan  Amir (nama samaran) adalah sosok pria yang tampan dan mudah bergaul Dikampung halamannya. Eneng (nama wanita tersebut) Amir merupakan pemuda yang sangat tampan dikampungnya, tidak heran ia begitu di idam-idamkan oleh beberapa wanita dikampungnya tersebut. Suatu ketika dia mengenal seorang gadis yang sangat cantik yang bernama Eneng, perkenalan pun terus berlanjut, dan pada akhirnya mereka menjalin suatu hubungan yaitu pacaran. Disini amir sangat sayang kepada enneng, begitupun enneng kepada amir. Suatu ketika amir mengajak enneng untuk menikah dengannya, tetapi disini niat baik amir untuk menikah dengan enneng dicekal oleh kedua orang tuanya. Karena satu alasan yaitu  perbedaan agama, amir yang seorang muslim dan enneng seorang non muslim, setelah beberapa hari kemudian amir pun berbicara dengan kekasihnya itu, dia mengajak enneng untuk masuk islam.....enneng pun berfikir lama, tanpa jawaban dia langsung pulang kerumahnya dan menanyakan kepada orang tuanya permintaan amir tersebut bahwa dirinya di ajak untuk menjadi seorang muslim karena orang tua amir mencekal mereka untuk menikah dengan berbeda keyakinan......tanpa jawaban apapun sentak orang tua enneng sangat marah besar kepada anaknya tersebut. Dia menyuruh   untuk tidak lagi berhubungan, dan tidak bertemu lagi dengan amir. enneng  pun sangat sedih sekali dia lekas berlari masuk ke kamarnya dan menelfon kekasihnya tersebut kalau permintaan amir itu untuk menjadikan enneng seorang muslim di tolak besar oleh kedua orang tua enneng. Beberapa hari kemudian enneng dipindahkan oleh orang tuanya ke luar kota, untuk mencegah agar amir dan enneng tidak bertemu lagi. Mendengar kabar ini amir.pun sangat sedih karena dia sangat sayang dan cinta kepada enneng. Beberapa tahun kemudian rasa kehilangan ituu sudah tidak ada lagi dan telah menghapus enneng dari kehidupan amir. Dia terus berjalan untuk mencari cinta sejatinya. Lagi lagi amir menemukan seorang gadis yang non muslim. Cerita percintaan amir yang kedua ini tidak jauh beda dengan cerita pertama mereka lagi lagi amir dicekal oleh orang tua gadis tersebut. Disinipun amir trauma untuk berpacaran, karena setiap dia pacaran yang serius dan tidak untuk main main pasti dengan gadis yang non muslim. Hal inilah yang akan dibahas dengan pendekatan Rational Emotif Terapy.

Kesimpulan

dapat ditarik kesimpulan bahwa konseling dengan menggunakan teori tersebut ditujukan untuk mereka yang mengalami gangguan pada aspek emosionalitasnya. Di dalam prosesnya, diajarkan bagaimana individu yang bersangkutan harus mereduksi berbagai efek yang ditimbulkan oleh gangguan-gangguan tersebut.




Daftar Pustaka



Corey, Gerald. (2007). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung:
Refika Aditama.

Surya, Mohamad, Dr., Prof. (2003). Teori-Teori Konseling. Bandung: Pustaka
Bani Quraisy.

http://laksminiiika.blogspot.com/p/blog-page_11.html  

http://zhilvia-zhilvia.blogspot.com/2012/12/rational-emotive-therapy.html





Kelompok 6 :
Cindy Natalia                                     11511660
Indah Fita Sari                                   17511986
M. Rizky Kurniawan                          14511208 

0 komentar:

Posting Komentar